17 Mei lalu, drama pembelajaran aku mulai. Inilah pembelajaran menghadapi orang pertama kali aku lakukan dengan langkah (sedikit) formal. Ya, kalau biasanya aku melakukan diluar kegiatan tersebut. Sebenarnya kegiatan ini mungkin tidak begitu asing dibenak temen-temen, KKN. Bukan korupsi, kolusi, dan nipotisme tapi kuliah kerja nyata. Aku masuk kelompok tiga belas. Bersama temen baruku (di KKN) Nuryanto, Winda Elizar Putri, Gustrianingsih, Ika Muflikhah, Aris Pujiyono, Puji Wahyu Karyati, Nurrahma Twerawati Wana Putri, Akhmad Syamsuri, dan Kristina Yetty Nur. Mereka adalah temen-temen yang memercayai aku dan ku percayai.
Sebelum KKN dimulai, hal yang sudah biasa tetap kami lakukan. Membuat matriks perencanaan program kerja, membuat proposal, konsultasi dengan dosen pembimbing lapangan, biasanya disebut DPL, hingga survei ke lokasi KKN (dusun Karangmojo I, desa Karangmojo, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul).
3 Mei, KKN pun kami mulai. Diawali pelepasan dari kampus hingga penerjunan di kantor kecamatan Karangmojo. Pertama, Nampak sekali hal yang berbeda. Saling canggung mewarnai keseharian kami dilokasi KKN. Aku sedikit rikuh menghadapi mereka. Ku pikir, dinamika kehidupan mereka berbeda jauh dengan yang ku lakukan tiap hari, jam, menit, dan detiknya. Suasana mencair ketika sesekali banyolan muncul dari salah satu dari mereka.
Awalnya hanya iseng-iseng, aku sok-sokan jadi kameramen professional. Merekam aktivitas yang mereka lakukan diawal kegiatan KKN. Padahal mereka cuma masak, mencuci, dan ngelawak. Nggak lebih dari itu. Dari situlah kita seperti saudara yang pertama kalinya dipertemukan kembali. Astaga, kayak drama telenovela saja. Bahkan, sempat ada slentingan kalau hubungan pribadi disangkut pautin di lokasi KKN.
Ya, yang namanya Nuryanto dan Winda Elizar menjadi aktor utama pada drama tersebut. Itu slentingan yang sempat mewarnainya.
Emmm…untuk program kerja, ternyata masih pada somplak semua disini. Kerjaan awal-awal yang rutin kami lakukan, kalu udah (dianggap) kagak ada kegiatan langsung tiduran. Ada yang telefonan (Puji dan Rahma), FB-an (Gustri dan Aris, maklum cuma mereka yang pada waktu itu bawa modem), nge-Tweet (sesekali aku, haha..), hingga jalan-jalan yang nggak jelas tujuannya (yang satu ini aku nggak tau kerjaannya siapa).
Setelah berjalan kurang lebih dua minggu barulah terasa kalau waktu yang sudah terpakai dilokasi banyak yang tidak berguna. Kata orang “Nggak pa pa, ntu yang namanya adaptasi dulu”. Dari sini, drama, tawa, warna, dan tragedi KKN dimulai. Seru amat kayaknya, hahaha…
Satu rekan KKN pergi nggak pulang-pulang (kayak bang toyib aja…). Kala program mulai terpetakan untuk mulai berjalan, drama baru dimulai. Ini ni yang bener-bener menguras kesabaran, haha.. Lebih hebohnya, suatu hari dari sembilan orang yang terssisa, delapan diantaranya pergi ke Jogja. Kasian banget tuh yang dibiarin.
Hingga menjelang akhir, kami begitu merasa kehilangan. Masyarakat dilokasi KKN (Karangmojo I) layaknya keluarga sendiri. Tetesan air mata sempar mewarnainya. Hari yang terakhir, kami berkumpul dengan simbah untuk menyampaikan pesan dan kesan. Temen-temen ternyata seakan tak rela untuk berpisah dengan ‘keluarga baru’-nya. Usai menyampaikan satu persatu pesan dan kesan, air mata mereka tak tertahan. Nggak peduli cewek atau cowok derai air mata mereka begitu terlihat. Tak terkecuali simbah Artilah, yang sedianya merelakan ‘istana’nya digunakan untuk rebut sesekali oleh cucu-cucunya pun turut bergelinang air mata.
Adik-adik yang biasa kami ajak untuk bimbel pun ikutan merasa haru. Terlepas dari apa yang sudah mereka lalui, seperti bimbel, mengikuti lomba, bermain bola, hingga mbanyol yang nggak karuan. Bagaimana pun (mungkin hingga kini kalimat ini belum bisa diubah), 'setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan'. Semua yang telah terjadi di KKN musti dijadikan kenangan.
Selesainya KKN, sekelompok seolah mengalami kegalauan. Saling kirim SMS, “ayo persiapan yasinan ntar melem loh’. ‘Jangan lupa ntar malem arisan RT di RT 04’, “Benter lagi TPA, ayo gek cepetan mandi”. Saking berkesannya, sampai-sampai masih SMS-an seperti itu hingga sekarang. Tidak Winda (si Motor Janda), Nuryanto (si Ndut), Aris (si Mafia Kos), Gustri (yang sukanya keliatan ngantuk), Ika (si Teteh), Rahma (si Meong), Puji (si ratu Telefon) dan Sam (Paman Sam) yang hingga kini masih kena sindrom.haha….
Sampai saat ini, mereka masih terserang virus dan sindrom dari lokasi KKN. Ayo, jangan lupa diminum obatnya. Setelah itu pada mikir “APA OBSESIMU???”


hahaha.... I'll always remember you all...
BalasHapus