“Kalian sudah kami kepung. Segera menyerah!” teriak seorang polisi. Satu kompi pasukan polisi telah mengepung salah satu perumahan elit di Kota Yogyakarta. Rumah tersebut menjadi tempatku dan lima rekanku dalam menjalankan bisnis. Mereka adalah Paul Richard dari Inggris, John
dari Australia dan yang tiga lainnya asli Indonesia, Anto, Agus dan Ryan. Ya. Kami menyebut bisnis tersebut dengan sebutan kulinet hati segar, khususnya para pejabat dan konglomerat sasaran. Yang menjadi klien kami
banyak berasal dari kalangan orang-orang milyarder.dari Australia dan yang tiga lainnya asli Indonesia, Anto, Agus dan Ryan. Ya. Kami menyebut bisnis tersebut dengan sebutan kulinet hati segar, khususnya para pejabat dan konglomerat sasaran. Yang menjadi klien kami
Dan sial benar hari itu, polisi sudah mengetahui lokasi tempat kami menyusun strategi. Sontak keadaan menjadi sangat genting. Aku segera keluar melewati pintu belakang. Tak lama kemudian menyusul kelima rekanku dibelakang. Richard mencoba menghubungi seorang temanku yang tertinggal, Anto. “Tut..tut..tut…, An! Anyo!!! Halooo…!! Brengsek! Pasti dia tertangkap polisi”, kata Paul Richard dalam bahasa inggris dengan keadaan serba ketakutan. Dan benar. Anto tertembus timah panas dari senapan laras pendek yang dilepaskan oleh salah seorang polisi yang mengejar kami. Sedangkan, aku dan empat orang lainnya selamat dari kejaran polisi.
Belajar dari berbagai kejadian sebelumnya, selang tiga hari aku dengan empat orang lainnya mencari perumahan baru yang lebih strategis dan aman. Dan kami mendapatkan tempat tersebut. Berbagai planning dan strategi pun segera disusun dengan rapi mengingat sudah banyak pelanggan tetap yang sudah mengirim surat elektronik memesan hati segar.
Jaringan kami sudah menyebar dipenjuru dunia dan mereka sudah terlatih dan professional dalam menjalankan pekerjaannya. Kecelakaan yang sebelumnya merupakan kali pertama dalam kerja yang kami lakukan. Sudah ribuan pelanggan kami yang memberikan komentar bahwa mereka puas dengan apa yang kami kerjakan. Kebanyakan dari meraka berasal dari kalangan muda yang sudah hidup mapan, bisa kami sebut milyuner.
Pagi itu salah satu dari kami, Jonh, terbang ke Britania Raya untuk mempersiapkan berbagai macam perlengkapan untuk memenuhi pesan seorang klien. Klien tersebut memesan tak tangung-tanggung, hati dari orang terkaya di Meksiko. Dari Britania, John langsung menghubungi rekan kerja yang ada di Meksiko dan John pun terbang ke Meksiko.
Menjelang para karyawan kantor pulang kelompok kami mempersiapkan segala sesuatunya. Terlebih, strategi telah tersusun dengan rapi. Seketika ada kesempatan, tim langsung mengambil tindakan. Tak membutuhkan waktu lama. Empat puluh lima menit berlalu, tim sudah sampai di tepat persembunyain di kota Meksiko.
Sontak, pagi harinya berbagai media masa dipenuhi tentang berita kematian orang terkaya di kota tersebut. Kami menganggap hal itu wajar dan menjadi keberhasilan yang luar biasa. Dan pagi itu pula hasil kerja tim kami langsung dikirim kepemesan. Usai menyantapnya kami mendapatkan surat elektronik yang berisikan bahwa pemesan tersebut puas dengan pelayanan yang kami berikan.
Selang satu minggu dalam email-ku ada seseorang dari Washington City, memesan hati dari Pangeran Charles, pasangan Putri Elizabeth dari London, Inggris. Berita yang biasa namun cukup mengagetkan juga. Bagaimana tidak, tak bisa membayangkan bagaimana caranya untuk memburu Pangeran Charles yang selalu dikawal oleh anggota militer Inggris. Dan tak tanggung-tanggung juga, tawaran yang ia berikan sebesar $500 juta Amerika, nilai yang fantastis dan sepadan dengan tantangan kerjaannya.
Sesegera aku menghubungi kawan yang lain. Terlebih, dahulu aku dengan biasa memberitahu kalau ada job baru yang bisa dikerjakan dan dengan mendapatkan nilai yang besar. Ternyata, mereka pun tergelagap setelah ku beri tahu kalau sasarannya adalah Pangeran Charles.
Berbagai strategi dengan bermacam pertimbangan kami susun. Namun sangat riskan dan besar resikonya jika tiba-tiba kondisi yang terdapat di lapangan berbanding seratus delapan puluh derajat dari strategi yang sudah direncanakan, terlebih dengan pengawalan yang super ketat.
Semua sudah tersusun. Pagi itu ada kabar bahwa Pangeran Charles akan mengadakan kunjungan ke Arab Saudi dengan agenda kerja sama terkait dengan pengolahan minyak. kami berlima menyambutnya dengan sedikit gembira. Setidaknya dapat menipiskan jarak tempuh perjalanan dan dapat menghemat energi. Sepekan sebelum acara kunjungan dua orang dari kami melakukan survei terlebih dahulu, dan sisanya menyusul tiga hari berselang.
“Kawan, besok adalah hari Pangeran Charles akan berkunjung kesini (Arab Saudi). Semua harus mematuhi segala instruksi sesuai dengan yang sudah kita rencanakan!”, begitulah salah seorang dari kami memperingatkan.
Keesokan harinya. Ternyata sulit sekali mencari kesempatan untuk segera melakukan tindakan, salah langkah bisa-bisa leher terputus. Siapa yang tidak mengetahui hukum di sana. Segala pelanggaran harus dibayar dengan sepadan. Hutang nyawa, bayar nyawa. Lebih mengerikan jika hukuman tersebut dilakukan dengan hukuman pancung.
Tiba-tiba, ketika Pangeran Charles hendak beristirahat, Richard mengambil tindakan dengan melepas peluru dari senapan. Suasana di Hotel tempat Pangeran Charles beristirahat sentok menjadi sangat genting. Sesegera salah satu dari kami menghubungi satu-persatu untuk menanyakan kondisi dan posisi masing-masing.
Namun, naas. Bukan kejelasan yang didapatkan. Richard bahkan sudah dibekuk oleh pasukan militer yang mengawal Pangeran Charles. Tak lama berselang, semua akhirnya tertangkap, termasuk aku.
Kami berlima dikawal dengan begitu ketatnya. Tak terkecuali dengan Pangeran Charles yang sempat terancam nyawanya. “Tamatlah kita kawan-kawan”, tutur Ryan dengan Inggrisnya yang latah.
Sel yang menjadi imbalan dari tindakan yang kami lakukan dibagian yang mendapatkan penjagaan ekstra. Tak cukup dengan pasukan penjaga tapi dilengkapi pula dengan kamera CCTV. Sungguh luar biasa.
Dua hari hidup di dalam sel, akhirnya kami dibawa ke pengadilan. Sidang berjalan dengan begitu cepat. Tanpa adanya pembelaan, akhirnya kami dihukum mati. Yang lebih mengerikan lagi dilakukan dengan pancung kepala.
Sebelum eksekusi, kami diberikan waktu satu minggu untuk menikmati umur kami. Sunggu nasib yang begitu malang. Nilai yang fantastis lenyap diganti dengan lima nyawa sekaligus.
Hanya penyesalan yang ada dibenak masing-masing. Semua memikirkan bagaimana kelanjutan hidup keluarga. Tak terkecuali aku.
Seminggu sudah terlempaui. Tepat selesai waktu sholat dhuhur waktu Arab Saudi, kami dibawa ke tanah lapang. Terlebih dahulu dibacakan kembali dakwaan dan sanksi yang dijatuhkan dari Pengadilan Arab Saudi kepada kami. Setelah itu satu persatu diberikan kain hitam sebagai penutup mata. Dan eksekusi pun dilaksanakan. Sunyi. Senyap. Dalam benakku, darah mengalir dengan deras bagaikan sumber mata air. Tiba-tiba mataku gelap dan seluruh inderaku sudah tak bisa ku fungsikan sediakala.
Februari, 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar